Halo agan2 yang berbahagia, disini ane ada sedikit artikel nih tentang peran profesi seorang apoteker bagi pembangunan bangsa ini. Artikel ini hanya bersifat menghibur dan menambah pengetahuan kita aja gan, tidak bermaksud untuk menggurui agan-agan semua :). Mungkin apoteker saat ini kurang dikenal dilingkungan masyarakat sebagai salah satu tenaga medis, kebanyakan masyarakat itu kalau sakit yang intensitasnya ringan langsung datangnya ke dokter, padahal kalau cuma sakit panas, pilek, batuk dll itu nggak perlu buru-buru datang ke dokter. Masyarakat bisa datang ke apotek terdekat lalu konsultasi kepada apoteker yang sedang berjaga disitu tentang keluhan penyakit teman-teman sekalian.
Jangan salah, apotekerpun bisa membantu agan-agan meringankan penyakit ringan tersebut. Untuk biaya konsultasinya pun gratis kok, dan langsung dikasih obat dengan kemungkinan biaya yang murah lagi (maklum obat generik gan :D ). Coba bandingkan jika agan2 ini sakit batuk lalu datang ke dokter, biaya konsultasinya bisa sampai 20-50ribu itu, dan obatnya mungkin cuma 5-10ribu rupiah. Ya meskipun begitu jika apoteker mendiagnosis si pasien dan ternyata penyakit pasien itu parah, pasti si apoteker menganjurkan untuk periksa ke dokter kok. So, apa salahnya jika kita menolong diri kita sendiri dengan swamedikasi dalam pengobatan penyakit ringan tersebut?
Peran Apoteker Dalam Pembangunan
I.
Pendahuluan
Setelah Indonesia merdeka, semua golongan masyarakat
turut berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan Indonesia. Salah satunya yaitu
dengan pembangunan nasional. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan salah
satu tujuan pembangunan nasional ini, yang sesuai dengan tujuan negara
Indonesia yaitu mensejahterakan kehidupan bangsa.
Pembangunan
kesehatan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumberdaya
manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk itu pengembangan
sumber daya manusia (SDM) kesehatan, khususnya Apoteker, mempunyai peranan yang
penting dalam mewujudkan layanan kesehatan yang bermutu.
Untuk menghasilkan apoteker yang kompeten,
diperlukan kurikulum yang dapat memberikan gambaran implementasi ilmu
kefarmasian di era globalisasi. Perluasan paradigma pelayanan kefarmasian dari drug
oriented ke patient oriented menuntut apoteker untuk bermitra dan
berinteraksi dengan profesi kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan dengan
tujuan akhir meningkatkan kualitas hidup pasien. Kemitraan ini seyogyanya
dimulai saat menjalani praktik kerja pendidikan profesi Apoteker, sehingga
pengalaman belajar praktik kefarmasian ini selanjutnya dapat membekali apoteker
dalam melakukan praktik kefarmasian yang sesuai dengan standar pelayanan
kefarmasian yang ditetapkan oleh pemerintah. Kolaborasi yang produktif antara
akademisi dan praktisi sangat diperlukan untuk membangun metoda yang pragmatis,
efisien, efektif, relevan dan sesuai kebutuhan, sehingga interaksi peserta
didik, ilmu pengetahuan dan praktik mempunyai orientasi bagi tercapainya kompetensi
profesi.
Industri
farmasi yang ada di Indonesia juga memiliki peranan yang cukup penting dalam
pembangunan kesehatan, terutama dalam hal penyediaan obat-obatan. Industri
farmasi merupakan salah satu tempat dimana apoteker melakukan pekerjaan
kefarmasian. Kemampuan seorang apoteker dalam mengelola industri farmasi
merupakan faktor yang sangat penting untuk keberhasilan industri.
Kedudukan
apoteker diatur oleh peraturan pemerintah yang dituangkan dalam pedoman Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), yaitu apoteker berperan sebagai penaggung
jawab produksi dan pengendali mutu. Untuk menghasilkan sediaan obat jadi yang
tetap memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaanya, maka setiap industri farmasi wajib menerapakan CPOB dalam seluruh
aspek dan rangkaian kegiatan produksi.
II.
Tujuan
Dengan
adanya tenaga medis farmasi yaitu apoteker, diharapkan masyarakat serta
pemerintah untuk mengetahui dan mendukung kinerja dari seorang apoteker dalam
hal kesehatan, sehingga peran apoteker
juga memberikan kontribusi yang maksimal terhadap pembangunan nasional bangsa
Indonesia ini sebagai salah satu ahli medis.
III.
Dasar Hukum
1.
Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
2.
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
3.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian.
IV.
Isi
Pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat, bahan obat dan bahan tradisional. Apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka
yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan
pekerjaan kefarmasian di indonesia sebagai apoteker.
Tuntutan yang harus dimiliki seorang sarjana
farmasi adalah memiliki kemampuan mengindentifikasi, memeriksa kemurnian, dan
menetapkan kadar obat dan bahan obat. Membuat sediaan obat, obat tradisional,
dan kosmetika, yang memenuhi persyaratan proses dan produk farmasi yang benar.
Sedangkan tuntutan yang harus dimiliki seorang profesi apoteker adalah memiliki
kemampuan melakukan pengadaan obat dan membuat sediaan obat dengan memahami dan
menerapakan dasar ilmu tentang obat, dari sifat
kimia-fisika,farmakologi,formulasi dan teknologi.
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan
Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
Fasilitas Pelayanan Kefarmasian adalah sarana yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi
farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama.
Fasilitas Produksi Sediaan Farmasi dapat berupa industri farmasi obat, industri
bahan baku obat, industri obat tradisional, dan pabrik kosmetika Tenaga
Kefarmasian dalam melakukan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Produksi
Sediaan Farmasi harus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang produksi dan pengawasan mutu.
Pelayanan kefarmasian belum menjadi ikon dalam
pembangunan kesehatan dinegara kita, belum pula dilihat sebagai pelayanan yang
penting dan belum dianggap signifikan dalam perannya pada pembangunan
kesehatan. Meskipun sebagian masyarakat semakin merasakan peran apoteker
didalam usaha-usaha kesehatannya, baik dalam swamedikasi ataupun didalam
pelayanan atas dasar resep. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan
kesehatan masyarakat akan semakin menyadari betapa pentingnya peran dari pada
apoteker didalam usaha-usaha kesehatannya. Baik pada usaha kesehatan yang
bersifat promotif, kuratif maupun pada prekuentif.
Apoteker merupakan salah satu ujung tombak pelayanan
kesehatan yang sangat berperan dalam pelayanan kefarmasian dan bertanggung
jawab dalam pemberian informasi kepada pasien dalam hal bentuk sediaan obat
yang tepat, evaluasi dan monitoring terhadap terapi atas pasien.
Sebagian
masyarakat mungkin masih ada yang mengangap peran apoteker hanya sebatas
penyaluran obat, hal ini disebabkan karena peran apoteker dimasyarakat kurang
dilibatkan didalam usaha-usaha kesehatan masyarakat oleh pemerintah. Padahal
seharusnya pada usaha kesehatan masyarakat peran apoteker sering kali
dibutukan. Seharusnya pemerintah bertanggung jawab didalam memasyarakatkan
profesi apoteker karena bagaimanapun juga peran apoteker seharusnya juga
dilibatkan didalam membangun kesehatan bangsa.
Organisasi profesi (ISFI) dan pemerintah dalam
memasyarakatkan profesi bisa jadi akan semakin memudahkan dari profesi itu
sendiri didalam mendukung sinergise pembangunan kesehatan. Bila profesi
memasyarakatkan dirinya sendiri-sendiri tanpa didukung banyak pihak hasil yang
diharapkan dalam memberikan dampak yang sangat signifikan didalam pembangunan
kesehatan akan sulit tercapai. Seperti keadaan sekarang, apoteker sebagai
tenaga kesehatan kurang mendapat perhatian dari pemerintah, dan kurang
disenergiskan dengan profesi lain sehingga sering terjadi pelayanan kesehatan
yang kurang ideal. Kurang idealnya salah satunya bisa dicontohkan masih adanya
sarana kesehatan seperti apotek yang lebih menonjolkan bisnisnya, bukannya
menonjolkan peran sosialnya yang salah satunya edukasi. Padahal edukasi adalah
salah satu yang seharusnya ada didalam semua jenis pelayanan kesehatan.
Sudah seharusnya bila pemerintah memulai untuk
lebih memberdayakan apoteker dan apotek sebagai bagian yang tak terpisahkan
didalam usaha kesehatan bangsa. Karena bagaimanapun juga apotek adalah salah
satu sarana kesehatan yang keberadaannya sebagian besar diusahakan oleh peran
serta masyarakat secara mandiri. Pemberdayaan peran serta masyarakat ini bila
dapat dioptimalkan akan menjadi usaha kesehatan yang murah dan terjangkau dan
pemerintah tidak perlu mengeluarkan banyak anggaran, tetapi pemerintah cukup
memfasilitasi dan menata saja. Bagaimanapun juga peran apoteker di apotek perlu
difasilitasi yang salah satunya dengan UU praktek kefarmasian. Seharusnya para
wakil rakyat yang terhormat juga mulai memikirkan cara bagaimana agar peran
serta masyarakat dapat bersinergis dengan pemerintah didalam upaya-upaya
kesehatan agar dicapai hasil yang optimal..
Mungkin kita bisa mulai untuk memikirkan beberapa
hal yang seharusya bisa mendukung apoteker sebagai pelayan kesehatan dasar.
Bukan sesuatu hal yang diada-adakan tetapi adalah berdasarkan apa yang sudah
dilakukan oleh para profesional. Beberapa hal yang bisa menjadi alasan apoteker
adalah pelayan kesehatan dasar adalah :
1. Pelayanan kefarmasian oleh apoteker
diapotek adalah pelayanan kesehatan dasar yang meliputi promotif, kuratif dan
prekuentif, baik pada swamedikasi ataupun pada pelayanan atas dasar resep.
2.
Pelayanan
diapotek harus melakukan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi), pada peran
edukasi pelayanan kefarmasian diapotek juga berperan dalam meningkatkan
kecerdasan masyarakat dalam hal kesehatan. Seperti kita ketahui tanpa
pendidikan kesehatan yang cukup tidak ada gunanya sarana kesehatan yang bagus,
obat yang bagus dan lain sebagainya yang bagus pula. Dan bagaimanapun juga
edukasi adalah salah satu peran yang dapat meningkatkan kecerdasan masyarakat
didalam kesehatan yang ujungnya dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
3.
Apoteker
juga mempunyai resiko profesi yang sama dengan sejawat yang lain. Baik resiko
hukum, tertular penyakit dsb.
4.
Apoteker
didalam melakukan pelayanan kesehatan mempunyai kompetensi yang spesifik yang
setara dengan profesi lain. Kompetensi inilah yang menjadikan dasar
profesionalisme apoteker diapotek, dan kompetensi yang spesifik ini yang tidak
dipunyai oleh tenaga kesehatan lain.
Sejak tahun 2001,
perkembangan dunia kefarmasiaan sudah mulai menuju arah farmasi klinis. Namun
belum sepenuhnya penerimaan konsep farmasi klinik oleh tenaga kesehatan di RS
merupakan salah satu faktor lambatnya perkembangan pelayanan farmasi klinik di
Indonesia. Masih dianggap atau merupakan keganjilan jika apoteker yang semula
berfungsi menyiapkan obat di Instalasi Farmasi RS, kemudian ikut masuk ke
bangsal perawatan dan memantau perkembangan pengobatan pasien, apalagi jika
turut memberikan rekomendasi pengobatan, seperti yang lazim terjadi di negara
maju.
Farmasis
sendiri selama ini terkesan kurang menyakinkan untuk bisa memainkan peran dalam
pengobatan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh sejarah pendidikan
farmasi yang bersifat monovalen dengan muatan sains yang masih cukup besar
(sebelum tahun 2001), sementara pendidikan ke arah klinik masih sangat
terbatas, sehingga menyebabkan farmasis merasa gamang berbicara tentang
penyakit dan pengobatan dan akibatnya penanganan terapi pasien hanya
bergantung pada dokter dan perawat. Bukankah dalam masalah terapi seorang
apoteker jauh memiliki kompetensi lebih dibandingkan kompetensi yang dimiliki
seorang dokter? Oleh karena itu sebuah paradigma baru telah dibentuk dimana
kini seorang apoteker turun langsung ke tiap ruang perawatan untuk memberikan
konseling penggunaan obat, penjelasan efek samping sehingga seorang pasien
dapat menerima penjelasan lebih mendetail dan lebih terperinci dibandingkan
penjelasan yang diberikan oleh seorang perawat.
Kerjasama
antarprofesi sudah seharusnya dilakukan sebagaimana sebuah gagasan yang
tertuang dalam HPEQ guna meningkatkan kerjasama intraprofesi demi pencapaian
terapi. Hal ini diharapkan dapat menunjang kompetensi seorang apoteker dalam
menyukseskan MDGs 2015, seorang apoteker dapat bekerjasama dengan berbagai
profesi kesehatan dalam penyuluhan kesehatan, seperti penyuluhan yang diberikan
bagi ibu hamil maupun anak-anak. Seorang apoteker dapat berperan sebagai
seorang fasilitator dalam pemberian konseling , pemberian vitamin kepada ibu
hamil dan menjelaskan mengenai masalah-masalah yang akan timbul pada janin jika
seorang ibu hamil menggunakan obat sembarangan.
Peran farmasis telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam 20
tahun terakhir dan berkembangnya ruang lingkup pelayanan kefarmasian. Dan saat
ini dan masa mendatang farmasis menghadapi tantangan untuk dapat
memecahkan berbagai permasalahan dalam sistem pelayanan kesehatan modern dan
mengembangkannnya sesuai perkembangan sistem itu sendiri. Peran farmasis
yang digariskan oleh WHO yang dikenal dengan istilah “seven star pharmacist”
meliputi:
1. Care giver
Farmasis sebagai
pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan kimia, analisis, teknis, sesuai
peraturan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan, farmasis harus
berinteraksi dengan pasien secara individu maupun kelompok. Farmasis harus
mengintegrasikan pelayanannya pada system palayanan kesehatan secara
berkesinambungan dan pelayanan farmasi yang dihasilkan harus bermutu tinggi. Farmasis harus memberikan pelayanan dan
perhatian kepada sesama.
Mengembangkan sikap altruis dalam menjalankan profesi. Meningkatkan Quality
of Life masyarakat. Mengedepankan aspek sosial daripada aspek bisnis dalam
berprofesi.
2. Decision-maker
Farmasis harus dapat mengambil
keputusan dengan bijak, tepat dan cepat.
Pengambilan keputusan memerlukan kemampuan untuk memahami persoalan dengan utuh, menentukan keputusan di antara pilihan-pilihan, serta ketegasan setelah menetapkan keputusan. Di tengah-tengah situasi genting, dengan banyak alternatif, farmasis harus dapat mengambil keputusan dengan baik. Sebuah keputusan cerdas yang membawa semangat win-win solution.
Pengambilan keputusan memerlukan kemampuan untuk memahami persoalan dengan utuh, menentukan keputusan di antara pilihan-pilihan, serta ketegasan setelah menetapkan keputusan. Di tengah-tengah situasi genting, dengan banyak alternatif, farmasis harus dapat mengambil keputusan dengan baik. Sebuah keputusan cerdas yang membawa semangat win-win solution.
3. Communicator
Farmasis mempunyai kedudukan penting
dalam berhubungan dengan pasien maupun profesi kesehatan lain, oleh karena itu
harus mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik.Komunikasi yang baik
harus mencakup perkataan yang jelas dan ringkas. Memberikan konsultasi,
informasi dan edukasi dengan cara yang bijak. Salah satu kemampuan komunikasi
yang penting adalah kemampuan mendengar. Mendengar untuk mengerti, mengerti
kondisi pasien sepenuhnya.
4. Leader
Farmasis diharapkan memiliki kemampuan
untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian
mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan
dan mengelola hasil keputusan. Kepemimpinan
sangat berkaitan dengan kesadaran akan arti diri, dan penetapan tujuan bersama.
Bagaimana membawa kelompok yang dipimpin untuk mencapai tujuan bersama.
5.
Manager
Farmasis
harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia, fisik, anggaran) dan
informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin orang lain dalam tim kesehatan.
Farmasis harus memiliki kemampuan manajerial yang baik dalam mengelola
beragam sumber daya yang tersedia. Bagaimana
menempatkan seseorang pada posisi yang sesuai dengan potensinya. Bagaimana
mengatur perencanaan pengadaan inventaris. Bagaimana mengatur skala
prioritas dalam pengaturan jadwal kegiatan.
6. Life-long learner
Farmasis harus senang belajar sejak
dari kuliah dan menjamin bahwa keahlian dan ketrampilannya selalu baru
(up-date) dalam melakukan praktek profesi. Farmasis juga harus memperlajari
cara belajar yang efektif. Farmasis harus senantiasa mengembangkan sikap
mencari ilmu sepanjang hayat. Mengikuti
perkembangan ilmu kefarmasian. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
Semangat untuk terus belajar seumur hidup. Bahwa ilmu yang bermanfaat adalah
aset yang abadi.
7.
Teacher
Farmasis mempunyai tanggung jawab untuk
mendidik dan melatih farmasis generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya
dalam berbagi ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan
memperoleh pengalaman dan peningkatan ketrampilan. Pembinaan pada penerus harus terus dilakukan.
Regenerasi profesi farmasi adalah sesuatu yang harus berjalan. Bagaimana
membimbing dan mengarahkan calon farmasis dalam mengembangkan diri.
Mengembangkan potensi generasi muda sesuai bakat dan kecenderungan
masing-masing.
Selain itu, Apoteker memiliki
kemampuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian yang bermutu dan
efisien yang berasaskan pharmaceutical care di apotek. Adapun standar pelayanan
kefarmasian di apotek telah diatur melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/I X/2004.
Tujuan dari standar
pelayanan ini adalah:
1. Melindungi
masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
2. Melindungi
profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar.
3. Pedoman dalam
pengawasan praktek Apoteker.
4. Pembinaan
serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek.
Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004, terutama pada BAB III, bahwa pelayanan kefarmasian
meliputi:
1. Pelayanan
Resep
a. Skrining
Resep
Apoteker
melakukan skrining resep meliputi:
1) Persyaratan
Administratif :
- Nama, SIP dan
alamat dokter
- Tanggal
penulisan resep
- Tanda
tangan/paraf dokter penulis resep
- Nama, alamat,
umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
- Nama obat,
potensi, dosis, dan jumlah yang minta
- Cara pemakaian
yang jelas
- Informasi
lainnya
2) Kesesuaian
farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara
dan lama pemberian.
3) Pertimbangan klinis
: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah
obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan
kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif
seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
b. Penyiapan obat
1) Peracikan
Merupakan kegiatan
menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah.
Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan
memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
2) Etiket
Etiket harus jelas dan
dapat dibaca.
3) Kemasan Obat yang
Diserahkan
Obat hendaknya dikemas
dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
4) Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan
pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat
dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian
informasi obat dan konseling kepada pasien.
5) Informasi Obat
Apoteker harus
memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak
bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien
sekurang-kurangnya meliputi: dosis, efek farmakologi, cara pemakaian obat, cara
penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman
yang harus dihindari selama terapi.
6) Konseling
Apoteker harus
memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan
kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang
bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan
farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu
seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya
apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
7) Monitoring
Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat
kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama
untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit
kronis lainnya.
2. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka
pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat
ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan
memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif
dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara
lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain.
3. Pelayanan
Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care
giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat
kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan
pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat
catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
Bila UU praktek kefarmasian tidak diadakan
mendampingi UU praktek kedokteran rasanya jalannya pembangunan kesehatan tidak
akan bisa optimal. Karena bagaimanapun juga pilar ilmu kefarmasia akan sangat
diperlukan didalam mendorong perjalanan pembangunan kesehatan kita dengan arah
yang lebih cepat, lebih tepat, lebih manusiawi dsb.
Pada akhirnya, semoga nasib masyarakat semakin
diperhatikan kepentingannya dengan lebih banyak peraturan yang mengatur
profesi, agar profesi lebih berdedikasi didalam melayani masyarakat. Ada atau
tidak ada UU praktek kefarmasian apoteker tetap harus eksis, tetapi dengan
adanya UU praktek kefarmasian masyarakat lebih terlindungi. Bagaimanapun juga
pelayanan kefarmasian adalah pelayanan dasar yang sudah berjalan sangat lama
dan seharusnya menjadi perhatian dari pemerintah.
V.
Penutup
Dalam melaksanakan pembangunan nasional
diperlukan partisipasi serta dukungan dari semua pihak dan golongan, agar dapat
seimbang dalam mencapai tujuan nasional.
Apoteker memiliki kemampuan dan standar
kompetensi untuk ikut partisipasi dalam pembangunan nasional. Apoteker yang
memiliki beberapa keahlian, khususnya di bidang sosialisasi tentang obat dan
tempat apoteker bekerja adalah di apotek yang selalu ramai dikunjungi
masyarakat, maka apoteker juga memberikan kontribusi yang banyak dalam
pembangunan kesehatan untuk masyarakat yang ujungnya untuk pembangunan
nasional.